Ilustrasi ASEAN Free Trade Area. (Foto: Istimewa) |
Banyuwangi Terkini - ”Uang adalah tuan yang buruk tetapi pelayan yang baik.” Mungkin, kalian pernah mengetahui kalimat ini dari membaca atau terdengar dari lisan seseorang, singkat nya kalimat ini memiliki arti untuk bagaimana cara kita menggunakan uang yang kita miliki dengan efektif dan bijak, tergantung pemikiran dari pemilik uangnya sendiri tentunya. Kalimat yang di pelopori oleh P. T Bahrum ini cukup membuat banyak orang yang membacanya termotivasi karena makna di kandungnya.
Akan di lakukan berbagai macam usaha oleh para orang yang termotivasi dalam melakukan praktik uang untuk mengaplikasikan kalimat tersebut di dalam hidupnya, pastinya hal tersebut tidak bisa lepas dari praktik transaksi ekonomi yang telah mutlak. Pada bagian inilah hal yang berhubungan dengan transaksi akan menjadi fokus utama kita dari artikel ini, dan paragraf ini hanyalah sekedar sapaan pembuka dari penulis
Di dalam dunia yang telah memasuki zaman globalisasi modern ini, bisa memungkinkan kita akan hidup dengan berkompetisi dalam memperoleh sumber daya alam yang di butuhkan untuk memenuhi kelangsungan hidup. Jika kita kembali pada kalimat “Uang adalah tuan yang buruk tetapi pelayan yang baik”, pastinya kita akan membutuhkan uang dan pemikiran yang matang untuk bertahan hidup di dunia sosial ini.
Apalagi kita hidup di negara yang bernama Indonesia, yang merupakan bagian dari kawasan ASEAN, yang artinya kita bersaing bukan hanya sekedar bersaing di dalam negara saja. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia telah terikat dengan berbagai perjanjian ekonomi regional yang cukup membuat persaingan semakin ketat, dan salah satunya adalah AFTA. Oleh karena itu kita sebagai pemilik uang harus pandai pandai menggunakan akal agar tidak kalah dalam persaingan ekonomi.
Jika kalian masih asing dan tidak tau mengenai apa itu AFTA, kami akan menjelaskan nya secara singkat. Jadi AFTA atau ASEAN Free Trade Area adalah perjanjian perdagangan bebas yang disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN dengan tujuan meningkatkan daya saing ekonomi kawasan. Perjanjian ini bertujuan untuk menghapuskan tarif dan hambatan non-tarif dalam perdagangan barang dan jasa di antara negara-negara anggota, sehingga menciptakan pasar tunggal yang saling menguntungkan dan mendorong arus barang serta jasa antarnegara.
Sejarah Berdirinya AFTA
Dikutip dari jurnal berjudul "ASEAN Free Trade Area (AFTA), Otonomi Daerah dan Daya Saing Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia" (Iwan S. Anugrah, 2003), AFTA merupakan wujud dari kesepakatan negara- negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi sekitar 500 juta penduduk.
AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya ditargetkan ASEAN Free Trade Area (AFTA) akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Persaingan Ekonomi di Asia Tenggara
Berdirinya AFTA memberikan manfaat bagi negara negara Asia Tenggara, dalam jurnal berjudul "Pengaruh ASEAN Free Trade Area (AFTA) Terhadap Ekspor Impor Singapura Pada Tahun 2017-2021" (Siti G. F, Agung Y. N, 2022) dengan hadirnya AFTA meningkatkan daya saing negara-negara Asia Tenggara serta menghilangkan tarif maupun non tarif pada aliran barang, jasa maupun investasi . Hal ini sangat membantu pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN disamping dampak negative yang juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di wilayah ini.
Seperti persaingan bahan-bahan komoditas para negara anggota ASEAN yang menyebabkan industri kecil dalam negeri gulung tikar, karena belum mampu untuk bersaing dengan bahan-bahan dari luar negeri selain itu Akses pasar yang lebih luas membuat perusahaan dari negara-negara ASEAN dapat dengan mudah menjual produknya di seluruh kawasan tanpa adanya bea masuk yang tinggi. Mengakibatkan perusahaan di tiap negara akan bersaing dengan perusahaan lainnya yang tidak hanya berasal dari negara yang sama, tetapi juga perusahaan dari negara-negara ASEAN lainnya. Persaingan ini membuat perusahaan harus meningkatkan kualitas produk dan efisiensi produksinya. Hal ini dapat memunculkan perkembangan dalam inovasi, teknologi, dan kualitas layanan.
Bagaimana Indonesia Bertahan?
Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Untuk persaingan dalam pasar global produk pertanian mungkin sedikit lebih sulit dikendalikan karena melekat faktor-faktor volume yang besar (bulkiness) dan mudah rusak (perishability). Oleh karena itu, penanganan yang tepat dengan selalu meningkatkan mutu produk pertanian andalan menjadi kunci keberhasilan perdagangan ekspor. Hasil kajian Pasaribu menunjukkan bahwa kinerja perdagangan komoditas pertanian unggulan seperti karet dan kelapa sawit dengan negara-negara ASEAN memiliki daya saing yang cukup kuat di pasar internasional.
Studi Kasus Daya Saing Ekspor Pertanian Indonesia
Di era Liberalisasi perdagangan melalui AFTA, memunculkan berbagai tantangan besar bagi daya saing ekspor pertanian Indonesia. Dimana Indonesia harus bersaing dengan negara-negara ASEAN lain, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia, yang juga memiliki sektor pertanian yang efisien dan terintegrasi dengan teknologi modern. Selain itu, faktor-faktor seperti infrastruktur yang kurang memadai, produktivitas yang rendah, serta ketergantungan pada komoditas tertentu menjadi tantangan yang harus diatasi agar Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh AFTA secara optimal.
Dalam upaya meningkatkan peran ekspor sektor pertanian, perlu dikembangkan produk - produk unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Pengembangan produk - produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu sistem agribisnis yang terdiri dari sistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran.
Sejalan dengan upaya peningkatan sektor pertanian maka kebijaksanaan pembangunan pertanian dapat diarahkan pada tiga kelompok: Pertama, program yang ditujukan untuk memperbaiki alokasi sumber- daya sehingga produktivitas tanah meningkat, antara lain berupa penyediaan kredit produksi konservasi tanah, pengelolaan hutan, pembangunan irigasi, pewilayahan pedesaan dan program perencanaan tata guna lahan pertanian. Kedua, kebijakan harga hasil produk pertanian, antara lain berupa penetapan harga pembelian produk oleh pemerintah (supor price) program pengendalian produksi, pembelian surplus produk, pemberian subsidi ekspor, pembayaran defisiensi harga, penetapan tarif dan kuota impor, perencanaan konsumsi serta penggunaan surplus produk yang dihasilkan. Ketiga, program - program yang dipersiapkan untuk memperbaiki distribusi pendapatan, seperti pemberian tanah secara gratis kepada petani, pengembangan koperasi kepada petani, pelayanan jasa konsultasi dan supervisi kredit, program perbaikan pengolahan tanah serta penyediaan dana untuk pemilikan dan perluasan rehabilitasi tanah pertanian.
Manfaat AFTA
Manfaat AFTA (ASEAN Free Trade Area) buat ekspor-impor pertanian di Indonesia itu lumayan terasa, terutama dalam hal harga dan akses pasar. Dengan adanya AFTA, Indonesia bisa jual produk pertanian ke negara ASEAN lain dengan tarif yang lebih rendah atau bahkan tanpa bea masuk. Jadi, produk pertanian Indonesia, seperti kopi, beras, buah-buahan, dan sayuran, bisa lebih mudah bersaing di pasar ASEAN karena harganya nggak terlalu tinggi.
Ini pastinya menguntungkan buat para petani dan eksportir di sini yang ingin jualan ke luar negeri. Selain itu, buat kita sebagai konsumen, kita juga jadi punya lebih banyak pilihan produk impor dari negara tetangga dengan harga yang lebih terjangkau. Jadi, kita bisa menikmati produk yang mungkin nggak banyak di Indonesia atau yang kualitasnya berbeda.
Tapi, AFTA juga ada dampaknya, karena pasar bebas, produk pertanian dari negara lain pun jadi lebih gampang masuk ke Indonesia. Ini bisa bikin persaingan semakin ketat buat petani lokal, terutama kalau produk dari luar punya harga lebih murah atau kualitasnya lebih tinggi. Jadi, supaya tetap bisa bersaing, produk pertanian kita harus terus diperbaiki kualitasnya.
Bagaimana? Apakah setelah membaca beberapa teks paragraf di atas tersebut, kalian sudah bisa mendapatkan gambaran-gambaran mengenai kondisi Indonesia di dalam persaingan pasar bebas antar regional atau lebih tepat nya di dalam AFTA? Baiklah, jika kalian sudah mengerti dari apa maksud teks yang telah kami tulis, sebelum nya kami sangat berterimakasih pada pembaca karena telah membaca artikel ini sampai akhir, semoga bermanfaat.***
Penulis: Vino, Ajeng, Nadhine, Nabila, dan Annisa
Editor: Satria