Ilustrasi keterlibatan NATO dalam konflik antara Ukraina vs Rusia. (Foto: Istimewa) |
Banyuwangi Terkini - Konflik antara Ukraina vs Rusia sedang menjadi topik hangat tingkat internasional. Pasalnya, konflik yang terjadi saat ini menimbulkan kekhawatiran bagi seluruh penduduk bumi mengenai potensi adanya Perang Dunia 3. Situasi panas ini juga disinyalir dengan keterlibatan North Atlantic Treaty Organization atau disingkat NATO di dalamnya. Siapakah NATO dan mengapa keterlibatan NATO juga turut dibicarakan pada perang Ukraina vs Rusia?
Simak penjelasan mengenai sejarah NATO dan situasi panas konflik antara Ukraina vs Rusia, berikut ini:
Sejarah Terbentuknya NATO
NATO adalah sebuah organisasi pertahanan yang dibentuk pada masa era perang dingin dengan sistem Pakta Pertahanan, dan merupakan bentuk stabilitas keamanan esensial yang Eropa miliki selama ini. Pada tahun 1949, NATO memiliki 12 anggota diantaranya: Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Britania Raya, Denmark, Islandia, Italia, Kanada, Luksemburg, Norwegia, Portugal, Prancis. Antara tahun 1950-1996 atau pada era Perang Dingin, bergabungnya Jerman, Spanyol, Yunani, dan Turki.
Seiring berjalannya waktu, beberapa negara turut menjadi bagian dari NATO. Hingga saat ini organisasi tersebut telah memiliki 32 anggota di Eropa dan Amerika Utara. Setelah runtuhnya Uni Soviet tahun 1991, banyak negara Eropa Timur bergabung. Negara-negara tersebut yaitu terdiri dari Albania, Bulgaria, Hongaria, Polandia, Republik Ceko, Slovakia, Rumania, Lituania, Latvia, Slovenia, Estonia, Montenegro, dan Makedonia Utara kemudian ikut bergabung.
Nah, setelah mengetahui sejarah dari NATO, selanjutnya pasti kalian ingin tahu juga dong kenapa NATO turut andil membantu Ukraina dalam konflik yang tengah terjadi antara Ukraina vs Rusia? Berikut ini penjelasannya.
Awal Mula Konflik Ukraina vs Rusia dan Keterlibatan NATO
Dikutip dari jurnal “Konflik Rusia – Ukraina: Implikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan Intervensi Nasional” (M. Ramadhan Islami dan Andi Aina Ilmih, 2024). Dahulu, pada tahun 1991 hubungan Rusia dengan Ukraina relatif stabil pada awal-awal tahun Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya pasca runtuhnya Uni Soviet. Namun pada tahun 2000-an keinginan Ukraina untuk NATO dianggap ancaman oleh Rusia yang menganggap wilayah itu masih merupakan lingkup kekuasaannya.
Berdasarkan jurnal “Konflik Antara Ukraina dan Rusia” (Muhammad Valdarama Fauzan, Hanna Augesti Dwinata, Tsaabitah Lazuardy Murod, Amalia Az-Zahra, dan Fayzahra Nadila Prameswari, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Prof. Dr. Moestopo), Presiden Vladimir Putin yang merasa bahwa tindakan Ukraina ini adalah ancaman bagi Rusia kedepannya. Maka karena itu Rusia melakukan operasi militer besar-besaran ke Ukraina agar negara itu mengurungkan niatnya untuk bergabung dengan NATO. Namun dunia Internasional melihat bahwa operasi militer yang dilakukan oleh Rusia ini sebagai bentuk dari invasi yang menurut Amerika Serikat dan Sekutu Barat bahwa Presiden Vladimir Putin dan Rusia telah melanggar suatu kedaulatan negara.
Ketegangan kian berlanjut pada tahun 2004, kala itu terdapat Revolusi Oranye yang merupakan protes besar-besaran karena adanya kecurangan pemilu yang mendukung pihak Rusia, muncul juga protes besar-besaran lainnya yang disebut dengan gerakan Euromaidan.
Lalu, pada Februari 2014 terdapat penggulingan di Yanukovych yang membuat Rusia merespon dengan menganeksasi Crimea pada Maret 2014. Setelah itu, munculah gerakan-gerakan pemberontakan senjata hingga upaya perjanjian untuk menghentikan genjatan senjata telah dicoba termasuk juga pernjanjian Minsk pada tahun 2015.
Ketegangan antara NATO dalam konflik Rusia-Ukraina semakin membara pada Oktober 2021 dimana Rusia memutuskan hubungan diplomatiknya dengan NATO mulai dari November 2021. Keputusan ini muncul sebagai akibat dari tindakan NATO yang mengusir diplomat-diplomat Rusia. Maka sebagai balasan atas tindakan NATO ini, pemerintah Rusia kemudian memulangkan staf diplomat NATO serta menutup kantor penghubung NATO di Moskow.
Puncaknya pada Februari 2022, ketika Rusia melancarkan infasi besar-besaran ke Ukraina. Invasi ini didasari oleh berbagai klan, termasuk tuduhan genosida terhadap enis Rusia di Donbas kebutuhan untuk “demiliterisasi dan denazifikasi” Ukrania. Infasi ini menyababkan ribuan korban jiwa dan memicu krisis kemanusian yang sangat besar dengan jutaan orang menggungsi.
Ketika operasi militer di Ukraina pada tahun 2022 menandai eskalasi dramatis dari konflik yang telah berlangsung salama 8 tahun.
Berikut adalah gambaran umum mengenai operasi militer tersebut:
1. Skala dan Tujuan
Invasi pada Februari 2022 adalah operasi militer besar-besaran yang melibatkan ribuan tentara dan peralatan militer canggih. Tujuan yang dideklarasikan oleh Rusia adalah “demiliterisasi” dan “dezafikikasi” Ukraina, serta perlindungan penduduk berbahasa Rusia di Donbas. Namun, banyak pihak melihat tujuan sebenarnya adalah untuk menggulingkan pemerintah Ukraina yang pro-barat dan telah memperkuat pengaruh Rusia di kawasan tersebut.
2. Strategi dan Taktik
Operasi militer Rusia melibatkan serangan udara, artiler, dan pasukan darat yang menyerang dari berbagai arah, termasuk dari wilayah Balarus di utara, Crimea di selatan, dan wilayah Donbas di timur. Serangan ini menargetkan infrastruktur militer, fasilitas pemerintah, dan kota-kota besar seperti Kyiv, Kharkiv, dan Mariupol.
Akibat serangan yang dilancarkan oleh Rusia memunculkan banyak spekulasi tentang kekuatan udara Rusia dan dampaknya pada hasil perang. Pasukan Rusia berspekulasi dari inventarian mereka memiliki lebih dari 1200 unit pesawat tempur, dan Angkatan Udara Rusia akan mengerahkan 300 unit pesawat tempur modern dalam jarak dekat saat pertempuran. Dengan kekuatan militer yang dimiliki oleh Rusia, presiden mereka tepatnya Vladimir Putin ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Rusia akan kembali menjadi negara yang disegani dan memiliki banyak peran di dunia Internasional.
Bantuan NATO Untuk Ukraina
Untuk membantu Ukraina dalam mempertahankan keamanan negaranya, NATO sebagai sebuah organisasi, mengirimkan beberapa bantuan untuk Ukraina sebagai langkah siaga agar terhindar dari serangan Rusia. Namun, negara-negara anggota NATO juga turut memberikan bantuan kepada Ukraina sebagai sebuah individu. Hal ini dibuktikan dengan:
1. Dukungan militer Amerika Serikat untuk Ukraina
Amerika Serikat menyediakan bantuan militer terbesar untuk Ukraina, sebanyak $55,9 miliar dari dana tersebut telah diberikan kepada Ukraina sejak Februari 2022. Tingkat pendanaan terbaru mencerminkan beberapa paket bantuan substansial baru yang telah diumumkan oleh pemerintah Amerika Serikat yaitu setelah Kongres yang menyetujui paket pendanaan sebanyak $60,8 miliar untuk Ukraina menjelang akhir April 2024 setelah beberapa bulan penundaan.
2. Bantuan dana dari negara Eropa lainnya
Negara-negara Eropa - Denmark, Jerman, Belanda, Polandia, dan Inggris - telah mengalokasikan 32 miliar euro (£27 miliar) selama periode yang sama dengan Amerika Serikat.
3. Bantuan militer Inggris
Inggris merupakan salah satu donor utama bagi Ukraina, bersama dengan Amerika Serikat dan Jerman, yang mana £7,8 miliar diantaranya untuk bantuan militer, termasuk £3 miliar untuk bantuan militer pada tahun 2024 hingga 2025. Inggris menyediakan senjata termasuk tank, sistem pertahanan udara, dan rudal serang presisi jarak jauh. Sementara itu, Inggris telah berkomitmen untuk melatih pilot jet cepat Ukraina, namun pesawat tempur tempur tidak akan disediakan. Inggris juga menyelenggarakan program pelatihan OI (Operation Interflex), yang didukung oleh beberapa sekutu. Lebih dari 45.000 personel Ukraina telah dilatih sejauh ini.
4. Pertemuan NATO membahas Ukraina
Dilansir dari bbc.com dengan artikel berjudul “What is NATO, Which Countries are Members and when Might Ukraina Join?”, pada pertemuan puncak NATO di Washington pada bulan Juli 2024, Presiden Joe Biden mengatakan Amerika Serikat akan bermitra dengan Jerman, Italia, Belanda, dan Rumania untuk menyumbangkan baterai rudal patriot dan sistem lainnya guna memperkuat pertahanan udara Ukraina. Pada bulan Agustus, Ukraina menerima dua jet tempur F16 buatan Amerika Serikat, yang pertama lebih dari 60 unit, dan unit-unit lainnya yang telah dijanjikan oleh berbagai negara dari anggota NATO sejak Biden mengizinkan pasokan mereka.
Dengan dikirimkannya bala bantuan dari NATO tentu membuat Rusia naik pitam. Vladimir Putin yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden Rusia tetap berusaha menunjukkan bahwa Rusia akan terus memberikan serangan kepada Ukraina. Perlu diingat kembali bahwa hubungan terjalin antara Ukaraina dengan NATO merupakan sebab dari ketegangan yang berakhir konflik hingga saat ini.
Vladimir Putin membuktikan dengan usaha di era kepemimpinannya Rusia telah mengalami peningkatan ekonomi dengan baik sehingga Rusia dapat bangkit sebagai kekuatan regional yang besar dan berpengaruh di benua Eropa. Rusia sebagai negara green power atau super power yang memiliki kemampuan dibidang militer dan salah satu yang terkuat di dunia, serta yang menjadi negara dengan nuklir terbesar.
Oleh sebab itu, Rusia bukanlah negara sembarangan karena didukung posisi politik yang sangat kuat dan merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa (PBB). Dengan kekuatan atau pengaruh yang dimiliki Rusia akan terus mencegah bergabungnya Ukraina ke dalam NATO, mencegah ekspansi NATO ke Eropa Timur, dan tidak ragu untuk memberhentikan ekspor ke negara-negara yang memberi bantuan kepada Ukraina.
Di sisi lain, banyak negara tetangga yang merasakan dampak langsung dari operasi militer yang dilakukan oleh Rusia hingga saat ini, seperti berkurangnya pasokan gas untuk negara tetangga terutama untuk Uni Eropa, serta banyaknya permasalahan mengenai keamanan yang terjadi di Eropa. Ketegangan yang sedang berlangsung juga menimbulkan berbagai reaksi dari negara-negara kecil, yang beberapa dari mereka tidak menginginkan adanya peperangan.
Keterlibatan NATO dalam konflik antara Ukraina vs Rusia menjadi topik yang terus memancing perdebatan dan membuat kekhawatiran diberbagai belahan dunia. Walaupun NATO menyatakan dukungannya untuk Ukraina demi menjaga stabilitas di kawasan Eropa, keterlibatan ini juga membawa risiko keteganggan yang lebih tinggi antara negara-negara besar. Di tengah situasi yang masih berkembang, harapan akan situsasi diplomatik dan perdamaian tetap menjadi cita-cita yang perlu terus diperjuangkan agar dunia dapat menghindari konflik berkepanjangan.
Selesai sudah pengulikan tentang keterlibatan NATO dalam konflik antara Ukraina vs Rusia. Semoga informasi ini dapat membantu para readers, have a good day y’all!***
Penulis: Jamalullail, Najwa, Imasari, Rafli, Rosalina, dan Titis
Editor: Satria