GUz9GfGlGpCiGUz7TfAlTpz7Td==

Dewi Agustiningsih, Doktor Muda Usia 26 Tahun Asal Banyuwangi yang Sukses Jadi Ilmuan di ITB

Dewi Agustiningsih, seorang dosen Kimia di FMIPA, ITB asal Banyuwangi. (Foto: BTArsip)

Banyuwangi Terkini – Dewi Agustiningsih, seorang dosen Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung (ITB), merupakan bukti nyata bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih impian. Alumni SMAN 1 Glagah, Banyuwangi, ini berbagi kisah inspiratifnya tentang perjalanan pendidikan yang penuh tantangan hingga mencapai posisi akademik bergengsi.

Perjuangan di Tengah Keterbatasan

Dewi lahir pada 27 Agustus 1998 di Banyuwangi dan tumbuh di lingkungan keluarga sederhana di Kelurahan Tukangkayu. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, putri dari Suyanto dan Surahmah. Ayahnya yang hanya lulusan SMP bekerja sebagai sopir tidak tetap, sementara ibunya yang hanya menempuh pendidikan SD bekerja sebagai asisten rumah tangga sebelum akhirnya menjadi ibu rumah tangga.

“Kondisi ekonomi keluarga kami tidaklah mudah. Kami harus sangat berhati-hati dalam mengatur keuangan. Dulu, saat kakak-kakak saya masih sekolah, bapak saya masih bekerja, sehingga mereka bisa menyelesaikan SMA tanpa terlalu banyak kendala. Namun, ketika saya kelas 2 SMP, bapak saya pensiun, dan di titik itulah saya benar-benar merasakan perjuangan berat dalam menempuh pendidikan,” ungkap Dewi saat diwawancarai, Kamis (06 Februari 2025).

Meski menghadapi keterbatasan finansial, keluarganya selalu menanamkan pentingnya pendidikan sebagai jalan menuju masa depan yang lebih baik. Dukungan moral dan keyakinan dari orang tua menjadi motivasi besar bagi Dewi untuk terus maju.

Dewi Agustiningsih saat mengajar sebagai dosen di Kampus ITB. (Foto: Istimewa)

Semangat Belajar dan Perjalanan Akademik

Dewi mengaku selalu memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap fenomena alam, yang membawanya mencintai sains sejak kecil. Keingintahuannya tentang dunia di sekitarnya, seperti alasan air laut asin atau perubahan warna langit saat senja, mendorongnya untuk terus mengejar ilmu.

“Saya ingin mengubah kehidupan kami. Saya ingin membuktikan bahwa latar belakang ekonomi bukanlah penghalang untuk sukses. Saya ingin membahagiakan orang tua saya di hari tua mereka. Saya tahu bahwa pendidikan adalah salah satu jalan yang bisa membawa saya ke arah yang lebih baik,” tegasnya.

Setelah lulus dari SMAN 1 Glagah pada 2016, Dewi melanjutkan pendidikan di Program Studi Kimia, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan beasiswa Bidikmisi. 

“Beasiswa ini sangat membantu saya karena tanpa itu, saya mungkin tidak akan bisa melanjutkan kuliah,” ujarnya.

Tak berhenti di sana, ia berhasil lolos dalam program PMDSU (Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul), yang memungkinkannya langsung menempuh studi magister dan doktoral dalam waktu empat tahun.

“Selama menjalani program doktoral, saya juga mendapat kesempatan untuk melakukan riset di Hokkaido University, Jepang selama kurang lebih satu tahun. Itu adalah pengalaman luar biasa yang membuka wawasan saya tentang bagaimana riset dilakukan di tingkat internasional.,” paparnya.

Dewi Agustiningsih saat mengajar sebagai dosen di Kampus ITB. (Foto: Istimewa)

Dukungan Keluarga dan Impian Menjadi Dosen

Sosok yang paling berpengaruh dalam perjalanan akademiknya adalah ibunya. Meskipun tidak mengenyam pendidikan tinggi, sang ibu selalu menanamkan pentingnya ilmu pengetahuan dan memberikan dukungan moral yang luar biasa.

“Ketika saya ragu dengan diri sendiri, ibu selalu mengatakan, ‘Kamu bisa, Nak. Kamu punya kemampuan untuk mencapai mimpimu.’ Kata-kata itu terdengar sederhana, tetapi di saat-saat sulit, itulah yang menjadi kekuatan terbesar saya untuk terus maju,” kenangnya.

Keinginan untuk terus belajar dan berbagi ilmu mendorongnya memilih jalur akademik. Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, ia bergabung sebagai dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB.

“Saya selalu bercita-cita menjadi ilmuwan dan pendidik. Saya ingin terus berpikir kritis, melakukan riset, dan berkontribusi dalam dunia pendidikan. Profesi dosen memberikan saya ruang untuk terus belajar, meneliti, dan berbagi ilmu dengan generasi mendatang,” ungkapnya.

“Kenapa ITB? Karena saya ingin berkarier di institusi terbaik di Indonesia yang memiliki lingkungan akademik yang kuat dan kompetitif. Saya ingin berada di tempat yang bisa mendorong saya untuk terus berkembang dan menghasilkan penelitian berkualitas tinggi,” imbuh Dewi.

Pesan dan Harapan untuk Generasi Muda

Untuk para siswa yang ingin meraih impian, Dewi mengutip kalimat Louis Pasteur: “Chance favors the prepared mind.” Menurutnya, tidak ada kesuksesan yang datang secara instan. 

“Kesempatan hanya akan datang kepada mereka yang sudah mempersiapkan diri dengan baik. Jadi, apapun impian kalian, persiapkan diri sebaik mungkin. Tidak ada kesuksesan yang datang secara instan. Semua butuh usaha, kerja keras, dan ketekunan. Jangan takut bermimpi besar, tetapi pastikan kalian siap untuk memperjuangkannya,” pesan Dewi.

Mimpi Dewi tidak berhenti sampai disini saja, ke depan, ia masih memiliki target besar, termasuk menjadi profesor dan melanjutkan postdoctoral di luar negeri.

“Itu bukan hal yang mudah (menjadi profesor), terutama di ITB yang punya standar akademik tinggi. Tapi saya akan terus berusaha. Dalam waktu dekat, saya juga ingin melanjutkan postdoctoral di luar negeri, khususnya di Jepang atau negara-negara Eropa. Saya ingin terus berkembang dan berkontribusi lebih luas dalam dunia akademik,” tutupnya.***,” pungkasnya.

Ketik kata kunci lalu Enter

close